JANGAN TERUS MEMBOHONGI PASIEN

JANGAN TERUS MEMBOHONGI PASIEN

JANGAN TERUS MEMBOHONGI PASIEN

Saudara²ku beberapa hari ini saya mempunyai tamu yang “maaf” payudaranya sudah pecah dan bernanah akibat berobat ke seorang pinter.. yang akhirnya diterapi dengan “balur” kemudian PD nya diunyek² dan terakhir ada seperti udhun ” bisul” dan mbledhos yang akhirnya keluar nanah dan darah… dan karena ketakutannya “nyasar”lah ke rumah saya .. beliau mendapat info bahwa suami saya Prof. Dr. Djoko Agus Purwantoadalah orang pinter …

Lanjut ada tamu lagi, yang sampai pakai Pampers karena keluar darah yg tidak berhenti² sudah sekitar 2 bulanan. sehingga pucat pasi.. yang akhirnya karena lemas dirumah saya langsung saya antar ke UGD ternyata HB nya 5, dan langsung transfusi … ternyata sejak 8 bln yang lalu sudah diagnosa kanker Rahim.

Ada lagi yang datang ke rumah dengan penutup wajah.. ternyata sebagian pipinya sudah hilang… hiks.. juga korban alternatif.
Jadi berkali² kami “kepothokan” menjadi jujukan tamu² dari luar daerah yang datang dengan kondisi “mengenaskan” karena kesalahan dalam memilih jalur pengobatan.

Dan biasanya datang ke rumah saya dengan kondisi kondisi ekonomi yang sudah carut marut.. karena semua hartanya sudah habis untuk pengobatan alternatif sebelumnya.

Kenapa saya selalu menunjukkan jurnal risetnya dan alamat jurnal² nya meski kepada pasien yang awam.. karena saya nggak mau jika para pasien ini menganggap kami adalah “orang pinter” yang kemana² “nyumet menyan” dan membaca jampi²nya .. bisa² sebenarnya mas Djoko diberi gelar tambahan menjadi “Ki Djoko Agus Purwanto Ngemplok Menyan Sekardus” jelmaan dari Lelananging Jagad Horeg Kabeh” wkwkwkwk..

Selalu kami menekankan kandungan utama EGCG dalam semua penjelasan kami, bukan MediTea nya… karena memang kandungan dalam MediTea itu hanya EGCG saja.. gak ada yg lainnya plus kofein 60% titik.. bukan titit.

Di bawah saya share tulisan Dr. Hendrawan Nadesul yang sangat bagus dalam upaya menyadarkan para pasien. Baca sampai habis lho ya.. jangan hanya copas.. tapi share sebanyak²nya, boleh koq yg tulisan saya diedit karena kurang penting hehehehe.

MAKIN subur terapi alternatif apa saja, makin tersesat pasien dalam berobat. Dan itu terjadi di sini. Hampir tiap hari beredar broadcast di media sosial ihwal terapi yang tidak jelas.

Bawang putih dicampur jahe dan kismis direndam anggur merah bisa merontokkan tumpukan lemak pembuluh jantung. Untuk tujuan yang sama bisa dilakukan dengan minum air kelapa porsi besar selama dua minggu.

Jamur kuping menurunkan kolesterol. Buah atep menyembuhkan penyakit lutut, kalung menyembuhkan stroke, gelang mengobati encok, banyak lagi yang tidak masuk nalar medis, dan ini terbilang dark number.

Tidak tercatat berapa pasien yang sudah menjadi korban. Mengapa semua itu bohong?

Medis belum menemukan obat atau cara yang mampu meluruhkan tumpukan lemak (plaque) yang melekat erat pada pembuluh darah, selain dengan cara dikerok. Cara mengerok pun belum ditemukan. Juga belum ada bukti ilmiah racikan di atas dan jamur kuping menurunkan kolesterol.

Penyakit lutut lebih dari satu, buah atep belum punya bukti ilmiah, dan buah atep untuk penyakit lutut yang mana? Untuk bisa sembuh dari stroke, sel otak yang mati akibat serangan stroke harus bisa dihidupkan kembali.

Lalu bagaimana hebatnya kalung berkhasiat terhadap kondisi sel otak yang sudah mati, ketika medis belum menemukan obat dan caranya. Encok sendiri ada bermacam-macam, bagaimana penjelasan medisnya gelang berkhasiat bisa menyembuhkan misal encok sebab asam urat, atau encok sebab kelainan darah yang menurut medis hanya bisa dilawan dengan obat.

Melihat tak sedikit pasien kita tersesat dalam berobat, konon disinyalir, makin banyak pasien kanker kita gagal ditolong medis hanya lantaran pasien mampir-mampir dulu di orang pinter, atau memilih terapi entah apa.

Ketika kanker masih stadium awal, mestinya dengan mudah medis menyembuhkan. Namun karena mampir dulu di orang pinter, bertahun-tahun dengan ongkos yang belum tentu kecil, lalu tidak sembuh, baru beralih ke dokter. Dokter angkat tangan karena kankernya sudah telanjur lanjut.

Belajar skeptik terhadap pengobatan
Masyarakat perlu belajar skeptik terhadap apa pun tawaran pengobatan nonmedis yang beredar semarak di iklan media massa, selain program yang masih tayang di sejumlah televisi. Alih-alih menyembuhkan, malah justru merugikan, kalau bukan pasien telanjur kehilangan nyawa. Kalaupun ada yang sembuh di mata medis tidak sahih, karena yang tidak sembuh umumnya jauh lebih banyak.

Pasien diabetik berharap sembuh dari sandal berduri iklan televisi, namun setelah dipakai gula darahnya terus melonjak, berujung komplikasi ginjal, lalu meninggal akibat gagal ginjal, hanya lantaran keliru memilih alamat berobat. Sayangnya tidak ada yang memberi tahu masyarakat jangan lekas percaya pada iklan berobat.

Sejatinya tidak sederhana dalam hal mengobati. Dunia medis perlu puluhan tahun untuk menemukan obat. Tak cukup hanya terbukti berkhasiat. Berkhasiat saja tapi tidak aman, belum boleh menjadi obat.

Tidak demikian halnya terapi alternatif. Bahan berkhasiat, jamu, herbal, atau cara entah apa hanya dilihat sisi berkhasiatnya semata.
Kasus harus cangkok ginjal sehabis bulanan minum obat cina untuk encok, bukti kendati bahan alami belum tentu aman bagi tubuh. Banyak herbal di Thailand dan Jepang ditarik karena terbukti tidak aman.

Bahan berkhasiat jahe hutan (aristolochiaceae) yang banyak dipakai dalam ramuan cina bertabiat merusak ginjal selain mencetuskan kanker.

Waspadai pula cara terapi atau penyembuhan nonmedis dengan alat yang kini banyak ditawarkan. Tubuh kita ada listriknya. Pastikan apakah peralatan nonmedis dengan memanfaatkan listrik atau magnet yang digunakan tidak berpengaruh buruk terhadap listrik tubuh.

Apalagi kalau cara terapi sampai memasukkan sesuatu zat ke dalam tubuh (invasive), adakah izin menggunakannya?
Demi melindungi pasien, kita mengacu pada Badan Pengawasan Obat (FDA).

Bukan sedikit pasien kita tertipu oleh kursi berlistrik untuk mengobati penyakit apa saja, dan belakangan baru ketahuan kalau ternyata itu bohong. Logika medisnya, makin banyak klaim penyakit yang bisa disembuhkan, makin banyak bohongnya.

Nalar medisnya begini. Tidak ada satu obat atau cara untuk segala penyakit. Klaim terapi alternatif atau sejenisnya cenderung menjanjikan bisa menyembuhkan penyakit apa saja. Nalar medisnya tidak mungkin bisa demikian.

Setiap penyakit punya mekanisme terjadinya masing-masing. Tensi darah meninggi berbeda mekanismenya dengan kejadian tensi darah yang rendah. Mana mungkin satu bahan berkhasiat bisa mengatasi tensi tinggi sekaligus bisa pula untuk tensi rendah.

Begitu pula halnya kasus keputihan, ada tiga penyebabnya. Mana mungkin hanya sebuah ramuan bisa untuk menyembuhkan ketiganya.

Masyarakat perlu terbiasa bernalar medis seperti itu. Termasuk mampu skeptik menyanggah klaim alternatif yang mengaku bisa menyembuhkan yang dunia medik belum menemukan obatnya. Nalar kita, kalau benar bisa menyembuhkan yang dunia medis belum punya obatnya, seharusnya sudah mendapat Hadiah Nobel. Nyatanya kan tidak.

Perlu bukti ilmiah
Apapun bahan berkhasiat, ramuan, herbal, atau cara terapi, yang mengklaim bisa menyembuhkan, perlu ditagih bukti ilmiah (evidence based) apakah benar berkhasiat.

Benar berkhasiat saja namun tidak aman, tetap tidak boleh diterima sebagai obat. Bukan sedikit bahan yang mengaku berkhasiat yang beredar di pasar sudah terbukti berkhasiat.

Kita mengenal bahan berkhasiat masih kasar (raw material) yang belum teruji khasiat, kemudian baru naik kelas menjadi herbal setelah uji khasiat dan uji hewan, dan lalu naik kelas menjadi phytopharmaca setelah menempuh protokoler uji lengkap, sebelum kemudian diterima menjadi obat.

Logika medisnya hanya phytopharmaca yang baru terbilang obat.
Bawang putih diterima ada zat berkhasiatnya. Di balik zat berkhasiat bawang putih terkandung pula zat yang tidak berkhasiat yang bersifat merugikan tubuh.

Kita perlu membuang zat yang merugikan supaya aman bagi tubuh. Untuk menyaripatikan hanya zat berkhasiat perlu teknologi. Untuk teknologi itulah kita membayar lebih mahal kapsul bawang putih yang sudah hilang bau dan hilang pula zat yang merangsang lambung. Itu berarti tidak benar cukup satu siung bawang putih tunggal-lanang sama khasiatnya dengan satu kapsul bawang putih murni yang untuk membuatnya satu dosis perlu beberapa siung.

Buah pace diterima punya khasiat. Perlu buah pace dengan derajat kematangan tertentu, pemanasan tertentu, selain dari spesies tertentu untuk memberikan khasiat mengkudu optimal. Maka ekstrak buah Noni jauh lebih mahal dari hanya sekadar buah mengkudu dipetik dari pohon. Jadi memang tidak sesederhana itu memanfaatkan khasiat buah pace.

Soal apakah zat berkhasiat dalam bawang putih dan buah pace bisa untuk menyembuhkan segala penyakit apa saja, itulah yang salah kaprah.

Ikan gabus sekarang jadi mahal hanya karena kandungan albuminnya tinggi. Karena albumin dibutuhkan oleh kasus gagal ginjal, maka diklaim semua kasus ginjal apa saja bisa disembuhkan dengan ikan gabus. Bahkan diklaim bisa membersihkan ginjal, padahal sejatinya ginjal tidak perlu dibersihkan.

Terapi alternatif dijadikan industri
Pihak industri memanfaatkan isu zat berkhasiat dalam suatu bahan alam sebagai bisnis. Hanya karena suatu bahan alam mengandung zat antioxidan, misalnya, dan penyebab kanker antara lain kekurangan antioxidan, maka dianggap mengonsumsi antioxidan bisa menyembuhkan kanker. Logika medisnya tidak demikian.

Banyak tawaran terapi alternatif yang tidak nalar di mata medis. Kasus tidak punya anak lebih sepuluh penyebabnya, pada suami maupun pada istri. Bagaimana sebuah cara, atau suatu ramuan, bisa mengatasi semua penyebabnya, tentu tak mungkin.

Diabetes hanya bisa dikendalikan, untuk sembuh total perlu teknologi stem-cell. Jadi bohong kalau ada obat atau cara alternatif yang mengaku bisa menyembuhkan kencing manis.
Dunia medis bukan menafikan terapi alternatif.

Ada sekelompok terapi atau healing alternatif yang diterima medik sebagai complementary alternative medicine, termasuk acupuncture, acupressure, homeopathy, chiropractic, untuk menyebut beberapa. Namun tidak setiap alternatif serta merta bisa diterima karena belum tentu masuk akal medis.

Berobat yang sudah pasti sajalah. Kalau dunia medis punya obat dan caranya, kenapa bersusah mencari alamat berobat yang lain yang belum jelas. Susahnya masyarakat kita kebanjiran iming-iming berobat yang tak jelas masih bebas beredar di banyak iklan media massa selain tayangan televisi.

Masih ada stasiun televisi kita yang menayangkan pengobatan dan penyembuhan yang tidak jelas. Ini catatan buat Departemen Kesehatan.
Di mana-mana negara, bukan dokter sekadar menganjurkan obat tertentu saja pada pasien, ada regulasinya.

Di kita bukan dokter bisa dengan bebas menawarkan program diet, program terapi, bahkan sampai yang bersifat invasive kepada masyarakat luas, tanpa ada pasal hukumnya.

Bahkan disinyalir sudah ada korbannya sekalipun, siapa saja di kita masih bisa bertindak seperti profesi dokter. Ini catatan lain buat Ikatan Dokter Indonesia juga.

Salam sehat,
Dr HANDRAWAN NADESUL

Note :
Pasien harus cerdas dan kritis.. check yang menelitinya sudah berapa ratus orang?? Check penulisnya .. check Institusinya.. ini penting sekali.. terus kalau yang “ngendorse” adalah Pak Mentri Ristekdikti serta Rektor UA apa ya masih meragukan?

Nyi KRLL Andriani Primardiana
Ki Djoko Agus Purwanto

www.meditea.co.id

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *